Ultimate magazine theme for WordPress.

Antologi Puisi Helmy Tanjung, Bumi Bijak. Bagian 1 …

0

gojatim.com – Kumpulan puisi Filosofis, karya : Supriyanto Helmy Tanjung (SHT). Sastrawan asal Lamongan, Pemilik Rumah Seni Asti Radmila. “BUMI BIJAK”

Lambe Turah

“Menggelegar nyaringmu. Menggelepar suaramu. Tak capekkah
dirimu berpacu. Tak penatkah bibirmu berlagu.”
“Aku terbiasa berkata. Ribuan cerita kureka. Sekian nyanyian
kudendangkan. Sekian pidato kubacakan. Hanya untuk
bersenangsenang. Agar aku dicatat pahlawan.”
Lambe turah berdendang. Pemerah palsu ditempelkan. Nada semu
dinyanyikan. Tepuk semu dikira pemuja. Sorak riuh dikira cinta
: Arok, kepadamu banyak berguru. Bahwa untuk berkuasa
seseorang harus rela berburu. Menjilat tak lelah. Mendekat pasrah.
Lalu pelanpelan pisau diasah. Penikaman diamdiam hanya bisa
dilakukan orang dalam. Yang jauh hanya bisa memekik. Yang
dekatlah yang mencekik

SHT

Nang Ning Nung

“Cinta paripurna cinta tanpa kata. Cinta paling asyik tanpa ada lagi
bisik”
Nang, demikianlah kerlingmu ketika menemuiku dalam biru telaga
di dada. Angsa yang berenang diam. Juga ikanikan dalam
kedalaman. Pada ganggang yang membiru kecipak air terlalu lugu.
Tak ada kemewahan selain denyut jantung yang terdengar sendiri.
Malu sendiri. Lalu pelanpelan tersematkan kecupan tanpa
perbincangan
Ning, tak perlu tergesa meraba. Kasyaf paling maksyuk ialah ketika
lakumu penuh khusyuk. Taman bunga aneka warna: rindang
syariah kaukulum, wangi tambahan tak murung. Jujur bicara. Laku
ilmu penuh hikmah. Adabmu yang menjagamu. Yang mengajarimu
makna diam. Bukankah tak perlu takut bukan berarti selalu hanyut.
Selalu larut dalam arus jelaga. Di sungai bening semua daki kering.
Di telaga tenang semua kotoran hilang
Nung, bicaralah dalam hening penuh bunga. Tapi bukan bibirmu
yang berteriak. Bukan lidahmu yang bergerak. Bukankah mata
batin yang terisak membuatmu lelap dalam syarak. Nyenyak dalam
jalan tanpa pernah bimbang tikungan. Bahwa lurus jalan akan
mengantarmu sampai ke tujuan paling rindang. Lalu pada ujung
nafasmu terakhir, panggilan terindahmu hadir: kekasihku, jangan
pernah tinggalkanku. Derai yang tak pernah henti melambai. Rindu
yang tak pernah bisa tergadai

SHT

Menarilah


Dunia hanya permainan. Mainkanlah penuh riang tapi pada
akhirnya akan sampai juga ke liang, katamu. Tapi betapa sulit
enyahkan rasa takut kehilangan itu. Hingga dada merasa hampa bila
tiada. Merasa kurang padahal sudah beragam kepemilikan
digenggaman
Begitulah jika tangan merasa memiliki. Karena lekatnya rasa di hati
padahal sejatinya nisbi. Tapi akulah kanakkanak yang riang menari.
Mudah menangis kalau tak diberi. Sudah meyakini namun sungguh
sulit dirasai
Rianglah menyanyi, Hety. Lenggoklah menari. Air mata jujur.
Ketawa ditabur. Lalu perilaku lebah perlahan akan mengantarmu
ke keindahan kehidupan. Ke jiwa paling kasmaran. Bahwa jiwajiwa
akan tumbuh dewasa bersama bunga dan luka. Tarian akan
berputar jadi galaksi tempat kau tak bisa sembunyi dalam
ketakjuban akan sebuah ke-Ada-an. Lalu persembunyianmu tak lagi
bisa rahasia karena sejatinya tak ada debu yang lalai dalam kulum
cintaNya.

SHT

Lelaki Tanpa Luka

“Lelaki tanpa luka adalah lelaki tanpa cerita”
Karenanya tak pernah lelah kupanjat terjal gunung. Bukan untuk
membuktikan bahwa aku paling agung melainkan agar tahu apakah
aku masih punya gairah darah yang mengucur. Menyepi di tepi kali.
Mendengarkan seruling pedati memang asyik dinikmati tapi tidak
di situ inti sungai. Perjalanan masih jauh. Bukan masalah kubur aku
kabur tapi setelahnya aku tertegun tafakur
Bebatuan mengajarkan ketegaran. Tapi jejurang mengajarkan
kejatuhan. Bahwa dalam relung paling gelap kita bisa saja terlelap
atau malahan risau cahaya menerpa bahagia. Setapak sejarah.
Sedepa cerita tentu akan tertulis dalam lembaran. Tapi tinta apakah
yang kaugunakan, Sapardi jika hujan Juni tak pernah mampu
mengajari makna berderai: air mata mahabah, keringat rindu
menggema, dan bisikan paling mesra dari kekasih tercinta
Luka dan bisa dibawa Chairil. Lalu kita kejar ke mana jika nyeri
telah habis di diri. Pelarian tak pernah menyelesaikan. Menikmati
kuluman luka. Denyut resah yang mengiringinya menyimpan wangi
istighfar hingga bungamu berpendaran tak hanya memenuhi taman
hatimu tapi mewangikan catatan di Tuhanmu
Luka, ke marilah kukecup jika akhirmu hanya bunga namun jika
berakhir nanah maka keringlah jadi telaga agar pada lebat hujan
aku nikmat mandi dan bersuci dari setiap busuk daki.

SHT

Leave A Reply

Your email address will not be published.